Gagasan dan Pragmatisme di Ikami Sulsel

Orang bilang, zaman telah berubah, gagasan tidak lagi dibutuhkan. Sekarang orang butuh uang untuk hidup. Sekarang, Anda ngomong ini dan itu, kalau tidak punya uang, orang tidak bakal mendengar. Penyakit macam begini sudah menjalar di hampir kebanyakan pikiran orang Indonesia. Nampaknya, kalau dinilai kasar, orang Indonesia sudah tidak butuh lagi ide-ide dan gagasan-gagasan baru. Yang dibutuhkan hanya uang, uang, dan uang.

Penyakit macam begini dapat kita sebut sebagai: “Penyakit Zaman.” Sebuah penyakit yang menghancurkan sendi-sendi kehidupan bangsa. Coba lihat, beberapa kalangan PNS yang malas namun tiba-tiba rajin ketika ada proyek-proyek yang menguntungkan. Kemudian proyek-proyek itu harus disogok oleh para kontraktor agar mereka dapat menjadi pemenang tender.

Karena penyakit zaman ini, coba lihat bagaimana dunia politik kita yang serba transaksional. Untuk bisa menjadi tokoh, atau istilah bekennya “orang kuat” dalam partai politik. Maka si orang kuat ini haruslah kuat secara ekonomi. Hal inilah yang katanya dapat menggerakkan partai dan gerakannya. Jadi, untuk bisa menjadi ketua umum partai, di tingkatan manapun, butuh dana yang besar. Uang memang akhirnya menjadi penguasa. Maka benar sentilan yang muncul dari kalangan masyarakat awam, “uang akan menghasilkan kekuasaan, dan kekuasaan akan menghasilkan uang yang lebih banyak lagi.”

Lalu di mana orang-orang yang punya gagasan dan ide-ide segar? Mereka ada di perusahaan-perusahaan swasta multinasional, dan menjadi PNS yang juga akhirnya terkena dampak penyakit zaman. Ada juga orang-orang yang punya gagasan ini bergabung dengan partai-partai politik, namun mereka harus siap-siap dibuang jika ide mereka merubah secara radikal kebiasaan lama partai, yang akan merugikan banyak pihak, meskipun gagasan itu sangat baik untuk kelanjutan partai.

Kemudian, bagaimana dengan pemuda dan pemudi, atau bisa kita sebut, kalangan kita? Hampir sama parahnya dengan masyarakat secara umum. Kalangan kita, karena tidak kuatnya menahan penyakit zaman, akhirnya menjadi kalangan yang tertular juga. Lihatlah ketika perebutan kekuasaan di organisasi-organisasi kepemudaan, para pemilik suara lebih cenderung memilih calon yang punya dana besar, untungnya masih ada kamuflase gagasan dalam buku atau selebaran visi-misi meskipun lebih banyak mendarat di tempat sampah daripada dibawa pulang ke rumah untuk sekadar dibaca.

Mari kita lihat juga organisasi kita, Ikatan Kekeluargaan Mahasiswa/Pelajar Indonesia Sulawesi Selatan (Ikami Sulsel). Kita tidak bisa berbohong bahwa kita sudah mulai juga tertular oleh penyakit zaman yang begitu kuatnya. Menjelang pergantian kepemimpinan Ikami Sulsel di tahun ini, kalangan kita akan diuji, apakah kita adalah orang-orang yang masih objektif menilai siapa orang-orang yang pantas untuk kita mandatkan memimpin organisasi ini? Apakah untuk mereka yang punya gagasan atau mereka yang pragmatis—yang hanya ingin menjadikan Ikami Sulsel sebagai alat lompatan politik dan pemanfaatan ekonomi bagi kepentingan pribadi?

Ratusan tahun yang lalu, Orang Viking kuno, yang tinggal di kawasan Skandinavia yang masih berselimut es malah lebih bijak dalam mendoktrin zamannya. Kata mereka, “Gagasan lebih berharga dari emas dan perak.” Mengapa gagasan lebih berharga? Karena gagasan-gagasan inilah yang telah membangun peradaban dunia. Revolusi industri lahir karena gagasan. Teknologi maju karena gagasan. Iran maju karena gagasan Bapak Revolusi mereka, Ayatullah Qumaeni yang kemudian dilanjutkan oleh Ahmadinejad. Turki maju dan berubah karena gagasan-gagasan baru Erdogan, yang meruntuhkan doktrin lama Mustafa Kemal Attaturk, yang menyesatkan Turki selama ini. Lihat pulalah kemajuan China yang telah membuat ketar-ketir raksasa ekonomi dunia lainnya, Amerika Serikat.

Dari perubahan-perubahan besar dunia karena gagasan, apakah kita sebagai kader Ikami Sulsel tidak menyadari ini? Apakah kita masih tidak mau belajar sejarah yang sudah memastikan bahwa gagasan itu lebih berharga dari uang, pundi-pundi emas dan perak? Apakah kita tidak butuh penataan pengkaderan yang lebih baik untuk regenerasi di Ikami Sulsel? Apakah kita tidak butuh program-program kemandirian organisasi? Apakah kita tidak butuh program-program kreativitas? Apakah kita tidak butuh program-program inovatif yang akan membuat organisasi kita lebih seksi dari sebelumnya?

Tapi, gagasan saja tidak cukup. Butuh langkah-langkah progresif untuk merealisasikannya. Kita butuh SDM yang mumpuni dan serius untuk membumikan gagasan-gagasan itu. Selain itu dibutuhkan kesabaran untuk dapat memperoleh buah dari gagasan-gagasan itu. Karena Tuhan selalu bersama dengan orang-orang yang sabar. Bukankah Allah SWT telah berfirman, “Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS Az-Zumar, Ayat 10). Semoga kita menjadi orang-orang yang sabar. Karena kita selalu berharap, semoga di hari depan, dari rahim organisasi kita lahir orang-orang hebat. Sebuah pepatah berbunyi, “orang hebat tidak dihasilkan melalui kemudahan, kesenangan, atau kenyamanan. Tapi mereka dibentuk melalui kesukaran, tantangan dan air mata.”

Yang pasti, salah satu bapak pendiri bangsa Indonesia, Tan Malaka selalu mengingatkan kalangan kita bahwa, “idealisme adalah kemewahan terakhir yang dimiliki pemuda.” Tapi entahlah, kita harus mengembalikan ke sanubari kita masing-masing, bagaimana kita menyikapi momen besar kita di tengah perubahan-perubahan dunia yang begitu cepatnya.

Rahmat Al Kafi
Anggota Ikami Sulsel Cabang Malang





3 komentar:

  1. Propaganda yang menarik sdra, "Uang Yang Berkuasa" memang prototype ortodoks miris yang justru malah di rasionalkan terus menerus oleh mereka yang menjadi aktor transaksi Jual Beli. Mungkin karena Uang adalah alat transaksi Jual Beli sehingga pengaruhnya menjadi begitu kuat hingga merobohkan Idealisme para pemuda yang harusnya menjadi pemegang estafet ide/gagasan/cita2 yang mulia. Pemuda yang harusnya bermimpi,merumuskan ide/gagasan dan mengkonversinya ke realita malah sebaliknya, mereka menjadi aktor yang mengkontradiksikan antara ide dan realita. Semoga munas nanti tidak menjadi tontonan yang merasionalkan Jual Beli suara, tpi menjadi suatu presentase para pemuda yang merumuskan formula agar cita2 IKAMI SULSEL bisa lebih dekat dengan realita. Semoga hasil MUNAS nanti menghasilkan spirit konstruktif akan akan tersporasi ke Seluruh Cabang Ikami sulsel, bukan spirit yang destruktif. Salam rindu dari kami kepada saudara2ku yang jauh di sana, tidur di bantal yang berbeda tpi bermimpi yang sama..,, wassalam
    IKAMI CABANG MINAHASA

    BalasHapus
  2. Sama2 sodara. Semoga ada ruang diskusi kita di waktu yg akan datang.

    BalasHapus
  3. Sama2 sodara. Semoga ada ruang diskusi kita di waktu yg akan datang.

    BalasHapus