Bertemu Caleg Superman, di Malam Tak Disangka

Sabtu, 21 Maret 2014, saya dan Rahim berkunjung ke Asrama IKAMI Sulsel di Jl. Talang, Menteng. Saya janjian dengan Kanda Komeng. Seperti biasa sekedar nostalgia, karena kami sama-sama berasal dari Malang. (IKAMI Sulsel Cabang Malang). Kami bercerita hingga larut di Burjo depan asrama. Malam itu kami menginap di Asrama.

Besoknya, setelah shalat Maghrib. Asrama kedatangan tamu spesial. Salah seorang caleg yang saat ini ramai dibahas di media sosial. Egy Massadiah, Caleg DPR RI dari Partai Golkar (Dapil Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, dan Luar Negeri) yang menjadikan Superman sebagai icon dirinya. Dia datang ke asrama karena telah ada kedekatan dengan beberapa mahasiswa Sulsel.

Caleg Superman Egy Massadiah

Malam itu, saya baru tahu kalau kanda Egy juga berasal dari Sulsel. Dia banyak bercerita tentang pengalaman hidup survive-nya di Jakarta. Dia datang ke Jakarta 33 Tahun yang lalu. Usianya saat itu seumuran anak SMP. Ia datang ke Jakarta bermodalkan uang Rp. 18.000,-. Dia Ngekos di Jakarta. Menjalani hidup hingga sekarang.

Menurut ceritanya, dia pernah menjadi wartawan selama 15 tahun, aktif di teater, menjadi pengusaha, dan selama ini dekat dengan Jusuf Kalla. Ia sering mendampingi JK hampir kemanapun perginya.

Nah, dalam kampanye Caleg kali ini, dia ingin berbagi edukasi politik kepada masyarakat. Dia berusaha untuk meninggalkan pola-pola kampanye lama seperti stiker dan baliho yang selama ini mengotori kota. Kali ini dia hanya mengoptimalkan kampanye melalui media maya seperti web, Facebook, Twitter, dan Youtube. Ia berusaha meminimalisir pengeluaran dalam kampanye.

Egy Massadiah

Dalam ngobrol-ngobrol malam itu, kami banyak tertawa dan senyum-senyum karena Kak Egy juga sangat humoris. Beberapa teman-teman bertanya tentang apa yang ia ingin perjuangkan. Kak Egy menjawab bahwa ia ingin membantu pemerintah untuk menstimulus pengembangan SDM Masyarakat Indonesia. Salah satu instrumen yang dia kemukakan adalah adanya pengiriman anak-anak Indonesia dari setiap kabupaten untuk kuliah di luar negeri. Misalnya setiap tahun ada sepuluh orang. Sehingga diharapkan ke depan di setiap kabupaten atau kota, akan terdapat lulusan Harvard, Oxford dll. Mengapa harus ke luar negeri? Karena belajar di luar negeri akan menambah wawasan dan toleransi akan kompleksnya perbedaan. Pada dasarnya semua kampus itu sama, tapi yang membedakan adalah lingkungannya. Misalnya di Makassar, seorang mahasiswa hanya dapat bertemu dengan orang Bulukumba, Palopo, Maros, Bone. Jika di Jakarta, lingkungannya akan diisi oleh orang-orang antar provinsi di Indonesia. Dan akan menjadi spesial di luar negeri karena kita akan bertemu dengan macam-macam orang dari lintas negara, dan tentunya dengan perbedaan dan keberagaman. Menurut Kak Egy, perkembangan seseorang akan menjadi baik ketika dia dapat hidup toleran dalam perbedaan-perbedaan yang sangat tajam.

Yang asyik lagi, dia juga sering menyebutkan tentang Asas Kepatutan. Hal ini harus dimiliki oleh seluruh pejabat negara. Asas kepatutan inilah yang akan menghindari kita untuk melakukan hal-hal yang tak semestinya.

Hal lainnya adalah, Is Al (Issengi Alemu: Tahu Diri) Dia mengatakan perlunya juga seorang anak muda untuk mengerti hal ini. Tahu diri dan jangan terlalu memaksakan diri. Dalam artian kita harus tahu siapa kita dan di mana seharusnya kita. Logikanya: Jangan memaksakan diri beli mobil mahal kalau belum mampu. Kita tetap harus mengikuti proses yang berjalan, perlahan-lahan.

Tidak ada komentar