Sentralisasi Parpol, Bencana Bagi Demokrasi Lokal


Kita masih ingat betul bagaimana era Orde Baru yang bersikap sentralistik, yang hanya melihat kondisi lokal dengan kacamata pemeritah pusat. Sentralisasi di era Orde Baru menghasilkan kebijakan yang kebanyakan tidak sesuai dengan aspirasi lokal sehingga kebijakan menjadi tidak tepat sasaran. Otoritas pemerintah pusat yang hampir mengatur segala urusan pemerintah daerah, menjadikan kesejahteraan masyarakat di daerah tidak merata. Bahkan waktu itu, pemimpin daerah harus sesuai dengan skenario pusat.

Ketika Reformasi datang, konsep desentralisasi akhirnya disuarakan dan kemudian dipertegas dalam UU Otonomi Daerah. Lahirnya UU Otoda mengubah konsep sentralistik menjadi desentralistik. Hal ini menghasilkan harapan yang lebih besar bagi percepatan pembangunan, regenerasi kepemimpinan dan pengembangan sumberdaya manusia di daerah. Konsep baru ini juga dengan cepat melahirkan elit politik lokal yang mampu bersaing dengan elit pusat, misalnya Fenomena Jokowi. Meskipun belum mencapai kondisi yang ideal, setidaknya desentralisasi yang saat ini diterapkan sedang “on the track” dalam mewujudkan kesejahateraan yang merata sesuai dengan aspirasi masyarakat lokal.

Memasuki era Reformasi, kran pendirian Partai Politik (parpol) dibuka selebar-lebarnya, sehingga di awal Reformasi begitu banyak parpol baru berdiri, meskipun tiga partai (Golkar, PPP dan PDI—Sekarang PDI Perjuangan) yang lahir sejak Orde Baru masih eksis hingga hari ini. Dan kompetisi antar parpol yang terlihat lebih seimbang di era Reformasi. Namun seleksi alam dengan seiring waktu berjalan, menyisakan sedikit partai yang bisa bertahan.

Sayangnya semangat desentralisasi di era Reformasi belum dianut oleh parpol-parpol, meskipun masih lebih baik dibanding era Orde Baru. Sistem parpol yang masih sentralistik akhirnya membuat DPP (Dewan Pimpinan/Pengurus Pusat) sebagai pimpinan tertinggi partai menjadi yang “paling didengar” atau bahkan “harus didengar dan dipatuhi.” Masalahnya, terkadang instruksi partai dikeluarkan tanpa melalui mekanisme musyawarah yang mendalam di internal parpol di tiap tingkatan. Seperti contoh dalam kasus penetapan rekomendasi parpol untuk kandidat dalam Pilkada atau pergantian Ketua Umum DPW (wilayah), pengurus DPD (daerah), atau Anggota DPRD yang bila tidak dipatuhi oleh pengurus di daerah dapat berujung pada pemecatan.

Jika menilik sejarah Parpol di Indonesia, pendirian Indische Partij pada tanggal 25 Desember 1912 oleh Douwes Dekker, Ki Hadjar Dewantara, dan Tjipto Mangunkoesoemo menjadi awal mula berdirinya parpol di Indonesia yang saat itu dijadikan wahana politik demi menghimpun kesadaran rakyat untuk mencapai tujuan nasional, yakni kemerdekaan Indonesia. Beberapa era telah berlalu, parpol berevolusi sesuai dengan zamannya, di era Reformasi, partai politik nampaknya sudah mulai melupakan tugasnya sebagai wahana membangun kesadaran rakyat untuk mencapai tujuan nasional. Saat ini, parpol lebih fokus dalam kompetisi politik untuk menjadi pemenang pemilu, pileg ataupun pilkada. Entah disadari apa tidak, sistem setralisasi yang masih dianut oleh parpol dapat memicu konflik terbuka di internal parpol, baik secara horizontal maupun vertikal. Padahal Parpol dilahirkan untuk melakukan pendidikan politik bagi masyarakat.

Saat ini, besar keinginan para elit lokal agar parpol dapat menerapkan sistem desentralisasi. Sehingga penentuan kebijakan partai politik di tingkatan lokal diharapkan sesuai dengan aspirasi pengurus partai politik di daerah, yang lebih tahu banyak permasalahan lokal. Bukan malah sebaliknya, kebijakan di daerah sesuai dengan selera elit pusat tanpa memperhatikan aspirasi elit lokal. Bila dipaksakan, cara-cara otoriter yang dilakukan elit pusat akan menjadi bencana bagi demokrasi lokal yang mengharapkan parpol bergerak sesuai dengan geopolitik.

Akibatnya, beberapa konflik internal parpol muncul di Indonesia. Seperti dalam kasus Ketua Umum DPD Nasdem Palopo yang kecewa karena tiba-tiba diganti tanpa musyawarah. Seharusnya sesuai dengan kontitusi partai pada umumnya, pemilihan ketum parpol di tingkat lokal melalui musyawarah daerah dan pergantiannya bisa melalui musyawarah daerah luar biasa yang mekanismenya pun sudah ditentukan sedemikian rupa. Ataupun bisa dipecat jika melakukan kesalahan yang merusak nama baik partai, namun sangat mengecewakan tentunya jika pergantian dilakukan tanpa komunikasi yang baik terhadap Ketua Umum parpol di daerah, apa lagi tanpa sebab yang jelas.

Dan yang paling parah baru-baru ini, adalah kasus Musyawarah Wilayah Partai Amanat Nasional (PAN). Padahal acara ini dihadiri oleh Ketua Dewan Kehormatan Partai, Amin Rais dan Ketua Umum DPP PAN, Zulkifli Hasan. Konsep baru yang ditawarkan oleh PAN patut diapresiasi yang mengganti pemilihan ketua umum secara langsung menjadi pemilihan formatur, yang kemudian formatur itu yang memilih ketua umum dan jajaran di bawahnya. Sistem model ini sudah terbukti menghasilkan sistem pemilihan berkualitas yang telah lebih awal diterapkan oleh PP Muhammadiyah. Sayangnya, pemilihan formatur dalam Muswil PAN Sulsel yang seharusnya dilakukan secara musyawarah untuk mufakat tiba-tiba diganti. Daftar Formatur langsung dibacakan nama-namanya yang akhirnya membuat muswil PAN tiba-tiba ricuh yang membuat Muswil berakhir deadlock.

Bukan saja di Sulsel, ada banyak kasus juga terjadi di daerah lain. Akhirnya nampak jelas bahwa elit pusat sangat otoriter dalam mengeluarkan keputusan dan mengacuhkan nilai-nilai demokrasi. Kejadian semacam ini tentunya telah merampas hak-hak politik elit lokal yang ingin memilih formatur sesuai dengan aspirasi mereka, bukan karena dekat dengan pengurus DPP. Tentunya, jika dibiarkan konflik-konflik di internal parpol membuat masyarakat mulai muak dan bisa jadi sepakat dengan wacana deparpolisasi yang hangat dibicarakan menjelang Pilkada di DKI Jakarta.

Palopo, 16 Maret 2016

2 komentar:

  1. Halo,
    Perkenalkan, Nama saya Wenny
    Saya adalah development dari ForexMart, Kami melihat website anda dan kami ingin mendiskusikan kerjasama kemitraan dengan Anda. 
    Boleh saya minta kontaknya untuk menjelaskan lebih lanjut atau anda bisa langsung menghubungi saya ke wenny@forexmart.com, terimakasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

      Hapus